Tribuanapost.id-Fenomena anak yang diasuh oleh orang lain, seperti kakek-nenek, paman, bibi, atau bahkan asisten rumah tangga, semakin marak terjadi di tengah masyarakat. Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi, seorang psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, hal ini bisa disebabkan oleh sikap abai orang tua.
“Jadi pendelegasian untuk mengasuh anak dan mendidik anak itu diserahkan kepada orang lain,” ujar Vera dalam sebuah forum diskusi Denpasar 12 yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (31/7).
Vera menjelaskan bahwa pengasuhan oleh orang lain ini bisa berdampak serius pada kesehatan mental anak. Ketika anak tidak mendapatkan perhatian langsung dari orang tua, mereka bisa merasa tidak dimengerti atau tidak dipahami, yang menjadi awal dari gangguan kesehatan mental. Anak-anak mungkin mulai merasakan bahwa kebutuhan emosional mereka tidak terpenuhi, yang dapat mempengaruhi perkembangan psikologis mereka secara negatif.
Dalam diskusi tersebut, Vera juga menekankan pentingnya orang tua untuk terlibat aktif dalam memenuhi kebutuhan anak, baik secara fisik maupun emosional. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membangun komunikasi yang terbuka dengan anak sejak dini. “Mengawali komunikasi dengan anak itu, bisa dengan menanyakan, ‘apakah kamu memiliki kesulitan? Kalau ada ayo kita cari solusinya’,” kata Vera.
Pentingnya keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak bukan hanya soal fisik, tetapi juga mencakup pemenuhan kebutuhan emosional. Ketika orang tua memberikan perhatian penuh dan terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka, ini bisa menjadi fondasi yang kuat untuk perkembangan kesehatan mental yang baik.
Namun, tantangan lain yang dihadapi banyak orang tua adalah ketidaksiapan dalam menjalankan peran sebagai orang tua, serta kurangnya pemahaman tentang tumbuh kembang anak. Menurut Vera, orang tua yang abai dan tidak siap menjadi orang tua akan kesulitan memenuhi kebutuhan anak secara optimal. Hal ini menjadi salah satu hambatan besar dalam upaya menjaga kesehatan mental anak dan remaja, yang merupakan bagian penting dari visi mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Dalam diskusi yang sama, Dr. Tjut Rifameutia, M.A., Psikolog, seorang dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, juga menyoroti disfungsi keluarga yang semakin sering terjadi saat ini. Menurutnya, disfungsi ini terjadi ketika figur ayah atau ibu tidak menjalankan peran mereka dengan baik dalam keluarga.
“Ini menimbulkan masalah kesehatan mental pada anak di mana gejalanya antara lain penurunan energi dan kognitif, gejala somatik, cemas, hingga depresi,” jelas Rifameutia.
Ketika anak tidak mendapatkan kebutuhan mereka dari orang tua, baik secara emosional maupun fisik, mereka cenderung mengalami masalah kesehatan mental. Kurangnya gizi yang baik, kasih sayang, dan perhatian dari keluarga dapat membuat anak merasa tidak aman dan terabaikan, yang kemudian dapat berdampak pada perkembangan psikologis mereka.
Masalah ini semakin rumit ketika pola asuh yang tidak ideal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama. Anak-anak yang tidak merasa diperhatikan oleh orang tua mereka mungkin akan mencari pelarian atau perhatian di tempat lain, yang tidak selalu positif. Ini bisa berujung pada perilaku yang menyimpang atau gangguan psikologis lainnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Vera dan Rifameutia sama-sama menekankan pentingnya peran orang tua yang aktif dan sadar dalam pengasuhan anak. Orang tua diharapkan untuk lebih memahami kebutuhan anak, baik dari sisi gizi, kasih sayang, maupun perhatian emosional.
Pendidikan orang tua dan peningkatan kesadaran tentang pentingnya peran mereka dalam kehidupan anak menjadi langkah penting yang harus diambil. Hanya dengan begitu, kesehatan mental anak-anak dapat terjaga, dan mereka dapat tumbuh menjadi individu yang kuat, sehat, dan siap menghadapi masa depan yang penuh tantangan.(Red)