Tribuanapost.id-REMBANG , Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang menanggapi keluhan nelayan terkait kebijakan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) yang diterapkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pemkab berencana menjadwalkan pertemuan dengan pihak KKP guna mencari solusi bersama atas persoalan yang dihadapi nelayan.
Langkah ini diambil setelah Pemkab Rembang menerima audiensi dari kelompok nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Rembang, Jumat (9/5), di ruang rapat Bupati Rembang.
Dalam pertemuan tersebut, para nelayan menyampaikan keberatan atas kebijakan pemerintah yang mewajibkan pembuatan surat pernyataan kesanggupan pemasangan alat VMS. Kebijakan itu dinilai memberatkan nelayan, terutama karena berdampak langsung pada proses penerbitan Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang menjadi syarat untuk memperoleh rekomendasi pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bersubsidi.
Akibat tidak terbitnya rekomendasi tersebut, sejumlah nelayan terpaksa berhenti melaut karena tidak mendapatkan akses BBM bersubsidi.
Ketua KNTI Kabupaten Rembang, Eko Sugeng Waluyo, menyampaikan bahwa surat pernyataan tersebut dirasa sebagai bentuk pemaksaan. Menurutnya, nelayan tidak menolak kebijakan VMS, namun pelaksanaannya seharusnya dilakukan secara bertahap dan tidak membebani nelayan, terutama dalam masa transisi kebijakan.
“Rekomendasi pembelian BBM subsidi untuk bulan Mei ini tidak bisa keluar karena kami tidak menandatangani surat pernyataan. Kami merasa kebijakan ini dipaksakan. Padahal VMS itu seharusnya disediakan oleh negara,” ujar Eko.
Ia menambahkan bahwa pengawasan dan pemantauan kapal penangkap ikan adalah tanggung jawab pemerintah, bukan dibebankan kepada nelayan. Apalagi, para nelayan sudah menanggung berbagai pungutan seperti PNBP 5 persen, retribusi daerah 3 persen, serta potongan pihak ketiga saat pelelangan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
“Kami tidak menolak VMS. Tapi itu tanggung jawab negara. Jangan dibebankan ke nelayan yang sudah banyak beban,” tegasnya.
Menanggapi aspirasi tersebut, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dinlutkan) Kabupaten Rembang, Mochamad Sofyan Cholid, menjelaskan bahwa sistem distribusi BBM subsidi kini diawasi ketat oleh pemerintah. Oleh karena itu, pihaknya hanya dapat menerbitkan rekomendasi jika seluruh dokumen yang dipersyaratkan, termasuk SLO dan SPB, telah dilengkapi.
“SLO harus keluar terlebih dahulu sebagai syarat SPB. Artinya kapal benar-benar siap beroperasi secara fisik dan administrasi. Kalau rekomendasi BBM subsidi diberikan tapi kapalnya tidak berangkat, itu menyalahi aturan. Maka, mekanismenya memang harus melalui tahapan tersebut,” terangnya.
Di sisi lain, Bupati Rembang Harno menyampaikan bahwa pihaknya akan memfasilitasi nelayan dengan menjadwalkan pertemuan langsung bersama KKP. Ia berharap ada titik temu yang mengakomodasi kebutuhan nelayan sekaligus tetap mematuhi regulasi yang berlaku.
“Pemerintah daerah hadir untuk menjembatani. Kami akan segera jadwalkan pertemuan dengan KKP agar aspirasi nelayan dapat disampaikan secara langsung. Harapannya, ada solusi bersama. Di satu sisi masyarakat ingin tetap bisa bekerja, di sisi lain regulasi harus dijalankan. Maka dari itu, kita perlu cari jalan tengah,” ujar Harno.
Pemkab Rembang menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi nelayan dalam menghadapi dinamika kebijakan nasional, agar sektor perikanan tetap berjalan tanpa memberatkan pelaku usaha kecil seperti nelayan tradisional.