Tribuanapost.id-Rembang,Pada tanggal 22 September 2024, ratusan anggota Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GRIB JAYA Kabupaten Rembang berkumpul di Stadion Lapangan Diponegoro, Kota Semarang, untuk menghadiri acara deklarasi dan pengesahan pengurus DPP GRIB JAYA Jawa Tengah. Acara ini dihadiri oleh Ketua DPP Pusat, H. Hercules Rosario Marshal, yang memberikan sambutan kepada para kader.
Namun, perjalanan rombongan GRIB JAYA Rembang ke Semarang tidak berjalan mulus. Mereka berhenti sejenak di posko pemenangan pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Rembang tahun 2024, yaitu pasangan nomor urut 1, Vivit-Umam. Meskipun situasi ini menjadi momen penting, ketua PAC GRIB JAYA Kecamatan Sarang, Diri, beserta anggota lainnya memilih untuk tidak masuk ke dalam posko. Mereka lebih memilih berkumpul dan ngopi di Pertigaan Tugu Lilin, Rembang.
Di posko tersebut, DPC GRIB JAYA Kabupaten Rembang secara resmi mendeklarasikan dukungan untuk pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1. Firman Afiantoro, selaku Ketua DPC, memberikan himbauan kepada Diri agar “bisa sembunyi” saat deklarasi paslon tersebut. “PAC Sarang bisa sembunyi saat deklarasi paslon no 1,” ujar Firman. Diri menanggapi ajakan tersebut dengan tegas, namun tetap mempertahankan posisinya.
Situasi mulai memanas tiga hari setelah deklarasi. Ketua PAC Sarang mengunggah dukungan untuk pasangan calon bupati nomor urut 02, Harmonis, di grup WhatsApp GRIB JAYA Rembang. Tindakan ini memicu berbagai reaksi di dalam organisasi. Beberapa anggota melarang untuk mendiskusikan dukungan tersebut, menciptakan ketegangan di antara anggota. Robet, Ketua PAC GRIB JAYA Kecamatan Lasem, juga menyatakan dukungannya terhadap paslon 2 dan mempertanyakan larangan tersebut, “Mengapa tidak boleh jika ada kontrak yang mengajak satu komando untuk memenangkan salah satu Paslon harus dibuka? Berapa besaran kontraknya?”
Ketegangan semakin meningkat ketika pada tanggal 29 September, salah satu PAC membagikan dukungan kepada paslon nomor urut 1 di dalam grup. Diri, yang merasa tertekan dengan situasi ini, merespon dengan menyatakan dukungannya terhadap pasangan nomor urut dua, “Harmonis.” Namun, tiba-tiba saja, Diri dikeluarkan dari grup WhatsApp tanpa pemberitahuan sebelumnya dan mengalami pemecatan. Hal ini menimbulkan kesan bahwa pengurus GRIB DPC kurang profesional dalam menangani perbedaan pendapat di antara anggota.
Akibat ketegangan ini, anggota GRIB JAYA dari PAC Lasem dan Sarang sepakat untuk keluar dari organisasi demi memenangkan pasangan calon bupati dan wakil bupati Rembang nomor urut 2, “Pasangan Harmonis.” Diri menegaskan, “Kami keluar karena kami siap memenangkan Pasangan Harmonis, GRIB Jaya Jaya Jaya.”
Kejadian ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh organisasi politik dalam menjaga kohesi di tengah dinamika dukungan. Momen deklarasi yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi malah berujung pada perpecahan. Ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi dan manajemen konflik yang baik dalam sebuah organisasi, terutama di masa-masa kritis menjelang pemilu.