Tribuanapost.id-Rembang,Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Rembang telah melakukan observasi menyeluruh terhadap salah satu Puskesmas di wilayahnya yang dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Rembang atas dugaan tindak pidana korupsi dan pungutan liar (pungli). Observasi ini dilakukan setelah adanya pengaduan dari masyarakat terkait dugaan penyimpangan dana kapitasi BPJS, penyalahgunaan insentif Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), serta pungutan biaya terhadap pasien BPJS yang berobat pada sore hari.
Hasil Observasi: Tidak Ada Indikasi Pelanggaran
Berdasarkan hasil pemeriksaan DKK Rembang, tidak ditemukan bukti pelanggaran dalam alokasi dana kapitasi BPJS yang diadukan ke Kejari. Kepala DKK Rembang, Ali, menjelaskan bahwa kasus ini lebih disebabkan oleh miskomunikasi antarpegawai Puskesmas.
“Dana tersebut telah disalurkan dan digunakan berdasarkan kesepakatan bersama di lingkungan Puskesmas. Misalnya, untuk kegiatan kesejahteraan pegawai, termasuk rekreasi. Ini murni bersifat internal dan tidak ada unsur korupsi,” jelas Ali saat dikonfirmasi pada Senin (19/5).
Namun, Ali mengakui terdapat ketidakjelasan administrasi, seperti penggunaan istilah “dana kapitasi” dalam tanda terima iuran. Meski begitu, ia menegaskan bahwa secara substansi tidak ada kerugian negara.
Latar Belakang Laporan ke Kejari
Awalnya, seorang warga melaporkan dugaan korupsi di Puskesmas tersebut ke Kejari Rembang dengan beberapa poin aduan:
- Pemotongan dana kapitasi BPJS yang seharusnya diterima pegawai.
- Penyalahgunaan insentif BOK untuk kepentingan di luar program kesehatan.
- Pungutan liar terhadap pasien BPJS yang berobat di luar jam kerja.
Menanggapi laporan tersebut, Kejari Rembang telah memanggil Kepala Tata Usaha (TU) Puskesmas untuk dimintai klarifikasi. Sementara itu, DKK Rembang turut turun tangan melakukan verifikasi lapangan.
Respons DKK: Dana Dipakai untuk Kegiatan Internal
Ali mencontohkan, dana kapitasi yang dikumpulkan dari pegawai digunakan untuk kegiatan rekreasi bersama. Namun, beberapa pegawai yang tidak ikut acara tersebut mengeluh karena tetap diminta membayar kontribusi.
“Ini masalah pemahaman kebersamaan dalam organisasi. Tidak ada pelanggaran, hanya perlu penjelasan lebih baik kepada seluruh staf,” ujarnya.
Ia menambahkan, DKK tidak menemukan indikasi korupsi atau pungli sebagaimana diberitakan. “Kami sudah observasi, dan tidak ada bukti yang merugikan negara atau masyarakat,” tegas Ali.
Analisis: Potensi Masalah Tata Kelola Keuangan
Meski DKK menyatakan tidak ada pelanggaran, kasus ini menyoroti kelemahan tata kelola keuangan di tingkat Puskesmas. Beberapa catatan kritis:
- Transparansi penggunaan dana kapitasi BPJS harus diperjelas untuk menghindari kesalahpahaman.
- Mekanisme pengawasan insentif BOK perlu diperketat agar tidak disalahgunakan.
- Sosialisasi aturan BPJS kepada pasien dan petugas kesehatan harus ditingkatkan guna mencegah pungutan tidak resmi.
Langkah Ke Depan
DKK Rembang berencana melakukan pembinaan manajemen keuangan bagi seluruh Puskesmas di wilayahnya. Sementara itu, Kejari Rembang masih mengkaji laporan masyarakat untuk menentukan apakah kasus ini memenuhi unsur pidana.
Pihak Puskesmas yang dilaporkan belum memberikan pernyataan resmi. Namun, Ali memastikan DKK akan terus memantau pengelolaan dana di fasilitas kesehatan tersebut.
Kesimpulan
Dugaan korupsi di Puskesmas Rembang, berdasarkan hasil investigasi DKK, lebih disebabkan oleh kesalahan administrasi dan komunikasi internal. Meski demikian, kasus ini menjadi pengingat pentingnya akuntabilitas pengelolaan dana publik di tingkat layanan kesehatan dasar.