Tribuanapost.id-Jakata,Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat tengah diramaikan oleh konflik internal yang intens. Demo-demi tuntutan agar Ketua PWI Pusat, Henry Ch Bangun, mengundurkan diri dari jabatannya telah melanda berbagai daerah.
Konflik mencapai puncaknya ketika Dewan Kehormatan PWI memutuskan untuk mencopot Henry Ch Bangun dari jabatannya sebagai Ketua Umum. Namun, kontroversi tidak berakhir di situ. Meskipun dipecat oleh Dewan Kehormatan, Henry Ch Bangun menolak untuk mengakui pemecatannya. Ia tetap bersikeras bahwa pemecatannya tidak sah dan masih merasa sebagai Ketua Umum yang sah.
“Saya tetap Ketua Umum,” tegas Henry Ch Bangun saat dihubungi dalam sebuah wawancara.
Konflik ini berakar dari tuduhan penyelewengan dana sebesar Rp 6 miliar yang didapat dari sponsor kegiatan, bukan dari dana CSR BUMN seperti yang dituduhkan kepadanya. Henry Ch Bangun membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa penggunaan dana telah sesuai dengan aturan yang berlaku sejak tiga kepengurusan sebelumnya.
Para pengkritik Henry Ch Bangun menyebut penggunaan dana tersebut sebagai penyelewengan dan meragukan transparansi pengelolaannya. Namun, Henry Ch Bangun bersikeras bahwa segala tindakan yang dilakukannya telah sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam organisasi.
Konflik ini juga mencerminkan perpecahan di antara pengurus PWI yang mempengaruhi kestabilan organisasi. Upaya untuk menyelesaikan sengketa ini dengan Kongres Luar Biasa (KLB) dipandang sebagai solusi yang tidak mungkin terwujud saat ini, karena persyaratan yang ketat untuk mengadakan KLB tidak terpenuhi.
Meskipun demikian, dukungan terhadap Henry Ch Bangun tidak reda. Beberapa anggota PWI masih mempertahankan kepercayaan terhadapnya sebagai pemimpin organisasi.
Perdebatan ini menyoroti kebutuhan untuk reformasi dalam sistem pemilihan pengurus PWI, dengan panggilan untuk Dewan Kehormatan agar turun tangan dengan kekuatan penuh untuk menyelesaikan konflik ini. Dalam konteks ini, peran Dewan Kehormatan dipandang sebagai penjaga etika tertinggi dalam profesi jurnalistik, bukan sekadar representasi suara terbanyak.
Sementara itu, para anggota PWI di seluruh Indonesia terus mengamati perkembangan situasi ini dengan harapan akan segera ada penyelesaian yang memadai untuk memulihkan stabilitas dan integritas organisasi.
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan bahwa perdebatan di PWI Pusat tidak hanya mengenai tindakan pribadi Henry Ch Bangun, tetapi juga tentang integritas dan transparansi dalam pengelolaan organisasi jurnalistik yang menaungi ribuan wartawan di seluruh Indonesia.