SEMARANG (jatengtoday.com) – Tidak banyak sekolah—terlebih level pendidikan dasar—yang konsisten merawat kesenian tradisional seperti tembang mocopat, geguritan, tembang penembrono, tari tradisional hingga teater rakyat kethoprak. Di tengah hiruk pikuk aktivitas masyarakat modern, berbagai kesenian tradisional itu lambat laun hilang tenggelam ditelan peradaban.
Tetapi pemandangan cukup menarik bisa dilihat di SD Negeri Wonoplembon 01 Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah pada Minggu, 8 Januari 2023 lalu. Generasi muda “penjaga tradisi” ini beraksi dalam pertunjukan tari secara kolosal.
Menariknya, seni olah tubuh yang syarat kelenturan gerak itu dilakukan secara spontanitas. Tari kolosal ini pun mencuri simpati dan perhatian publik. Tak kurang 500 orang secara bersamaan menggerakkan tubuh dengan iringan musik Jawa yang mengalun indah. Selain siswa-siswi dan orangtua, masyarakat sekitar pun terlibat dalam Flashmob bertajuk Beksan Wanara itu.
Beksan—dalam Bahasa Jawa—berarti tarian, sedangkan Wanara—dalam Bahasa Sansekerta—berarti manusia berekor monyet. Tari kethekan atau tarian kera merupakan tarian klasik dari Keraton Yogyakarta.
“Ide tari kolosal berbalut Flashmob Beksan Wanara ini untuk mengubah mindset (cara pandang) bahwa seni tari sulit, tapi ternyata mudah dan asyik diperagakan, ” terang Kepala SDN Wonoplembon 01, Sri Wahyuni.
Hal ini terbukti, bahwa tarian bergenre Jawa itu bisa dilakukan ratusan anak didiknya dari kelas 1 sampai 6 bahkan hingga kalangan orangtua siswa dan masyarakat sekitar.
“Gerak olah tubuh tarian ini pun sangat fleksibel. Cukup mudah diingat serta diperagakan kapan saja dan di mana saja,” katanya.
Tarian kolosal ini, lanjut Sri Wahyuni, sebagai upaya nguri-nguri budaya Jawa kepada generasi muda. Apalagi Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan di Indonesia menuntut agar siswa-siswi sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan keterampilan yang dibalut dalam Penguatan Project Profil Pelajar Pancasila (P5).
“Maka ini cara kami dalam mengembangkan kemampuan keterampilan siswa siswi kita melalui P5 dalam platform Merdeka Belajar,” katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi Kurikulum Dinas Pendidikan Kota Semarang, Agus Sutrisno mengaku sangat apresiasi inisiatif pihak sekolah dalam gelaran tari kolosal tersebut. Menurutnya, siswa siswi sekolah dasar khususnya, penting dibekali ketrampilan lain untuk menjadi modal kehidupan mereka di masa yang akan datang.
“Maka kegiatan seperti ini sangat mendukung bakat dan minat siswa. Mereka harus punya kemampuan lain di luar akademik mereka, salah satunya keterampilan menari, qiro’ah, bernyanyi dan lain sebagainya. Maka kami akan terus dukung program seperti ini,” terang Agus.
BACA JUGA: Menyelamatkan Kethoprak Truthuk, Kesenian Tradisi yang Tenggelam di Zaman Milenial
Selain menari kolosal, dalam event bertajuk “Mbabar Seni SDN Wonoplembon 01 (merajut karya, meruwat rasa, generasi merdeka)” itu mereka juga menampilkan musikalisasi puisi, menyanyi solo, tarian jaranan, pantomim, paduan suara, seni ketoprak, tembang panembromo, seni teater, geguritan dan tembang mocopat. (*)